Calon
wirausahawan harus siap gagal. Fahamilah makna kegagalan. Tanpa faham
filosofi itu, jangan berpikir mau mengambil jalan menjadi wirausaha.
Alasannya, ada yang sukses dalam usahanya, ada yang belum berhasil.
Pengusaha mengetahui bahwa ”kegagalan” bukan akhir permainan dan tidak
boleh takut mengalaminya. Ia menyadari dengan keberanian, bahwa bisa
saja mengatasi sesuatu yang tidak mungkin untuk berhasil.
Menghadapi risiko, adalah gabungan kerja keras, kecerdikan, kehati-hatian, kecermatan membaca peluang dan kesiapan menghadapi kegagalan maupun keberhasilan. Happy endingsebuah
ikhtiar adalah keberhasilan. Ini dicapai, tentu setelah melewati
keberhasilan demi keberhasilan kecil, seperti keberhasilan menyingkirkan
kesulitan dan bahaya. Proses ini dibangun dari kesungguhan melahirkan
segenap potensi diri seorang wirausahawan. Dengan begitu, ia mengubah
“kekalahan menjadi kemenangan”, sebuah proses yang kecil peluang
pencapaiannya tanpa kesiapan mental menghadapi kegagalan. Kalau Anda
termasuk yang tidak siap gagal, lebih baik jangan meniti jalan ini.
Bahkan, mengimpikannya saja, jangan!
Setiap
kegagalan adalah pelajaran yang mendorong pengusaha untuk mencoba
pendekatan baru yang belum pemah dicoba sebelumnya. Bagi pengusaha
sejati, “Berani Gagal” berarti “Berani Belajar”. Dengan gagal dan dengan
belajar, pengusaha bertumbuh menjadi orang yang lebih baik dan belajar
bagaimana menciptakan kekayaan sejati. Walaupun pengusaha kehilangan
kekayaan materi yang telah mereka peroleh, mereka tahu bagaimana
menciptakan semua kekayaan itu lagi. Pelajarannya tidak pemah hilang.
Sebaliknya, mereka yang tidak pemah mengalami perjalanan yang sulit dan
menemukan kekayaan dengan mudah, tidak akan tahu bagaimana menciptakan
kekayaan ketika mereka kehilangan. Dengan kata lain, mereka yang tidak
gagal tak akan tahu kekayaan sejati.
Gemerlap
materi, pada komunitas bahkan kehidupan sosial yang serba benda
(materialistis), lebih banyak memperoleh penilaian tinggi. Sebaliknya,
siapa pun mengalami kegagalan, sudah mendapat stempel sosial sebagai
manusia yang kehilangan harga. The looser dunia
usaha, sering menjadi figur yang menghadapi titik balik sikap sosial
terhadapnya. Dulu, saat masih jaya, ia banyak rekan dan kolega, setelah
gagal dalam usahanya, hampir semua rekan dan kolega yang dulu
mendukungnya, menebar senyum ramahnya, bahkan mengajak bermitra, hilang
sudah! Akibat cara pandang seperti ini, banyak wirausahawan yang
traumatik terhadap kegagalan. Ini, “awal kematian” benih-benih
kewirausahaan. Semua pihak harus mengubah sikapnya: doronglah masyarakat
menjadi pihak yang turut membangun keberanian banyak orang untuk respek
terhadap ikhtiar orang meraih keberhasilan dalam bisnis. Gagal atau
keberhasilan, bukan menjadi satu-satunya alasan menghargai atau
meremehkan wirausahawan. Tentu, sembari tetap mentransfer sikap-sikap
arif, bahwa dalam setiap kegagalan selalu ada pelajaran berharga.
Seorang bijak berkata,”sukses hanyalah pijakan terakhir dari tangga
kegagalan.”